Satu Tahun Program MBG, Peran POLRI Dinilai Sukses Jaga Gizi, Efisiensi, dan Stabilitas Nasional
Jakarta — wartapenasatu.com, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan pemerintah melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di bawah koordinasi POLRI dinilai menunjukkan capaian signifikan dalam satu tahun pelaksanaannya. Hal ini mengemuka dalam Diskusi Publik Nasional bertajuk “Satu Tahun Program MBG dan Peran POLRI di SPPG” yang digelar pada Senin, 15 Desember 2025, di Hotel 88 Fatmawati, Jakarta Selatan.
Dalam paparannya, pengamat kebijakan publik dan mantan Pemimpin Redaksi Tempo, Bambang Harymurti, menilai keterlibatan POLRI dalam program MBG merupakan sebuah transformasi strategis yang bersifat revolusioner. Menurutnya, POLRI tidak lagi semata menjalankan fungsi keamanan, tetapi telah berkembang menjadi aktor pembangunan yang efektif.
“Ini adalah pergeseran paradigma yang signifikan. POLRI berhasil mengelola logistik pangan skala besar sekaligus menciptakan model tata kelola baru yang menggabungkan disiplin militer dengan efisiensi bisnis,” ujar Bambang.
Capaian Program MBG
Hingga 26 September 2025, program MBG tercatat telah mendistribusikan lebih dari 1,14 miliar porsi makanan bergizi melalui 9.406 dapur SPPG yang tersebar di 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota. Program ini menjangkau 28,28 juta anak sekolah, 920.591 balita, 153.499 ibu hamil, serta 313.769 ibu menyusui.
Dari sisi keamanan dan operasional, tingkat keamanan pangan mencapai 99,1 persen, sementara rata-rata waktu distribusi dari dapur ke titik layanan hanya 2,3 jam. Tingkat kepuasan penerima manfaat tercatat 87,3 persen, dan 94,2 persen menu telah memenuhi standar gizi Kementerian Kesehatan.
Efisiensi Anggaran dan Dampak Ekonomi
Analisis efisiensi menunjukkan biaya per porsi MBG melalui model SPPG POLRI sebesar Rp12.500, lebih rendah dibandingkan model konvensional Kemenkes yang mencapai Rp15.200 per porsi. Efisiensi ini menghasilkan penghematan anggaran hingga Rp2,7 triliun.
Secara ekonomi, program MBG menyerap 337.060 tenaga kerja, dengan komposisi 45 persen tenaga masak, 30 persen distribusi, 15 persen administrasi, dan 10 persen pengawasan kualitas. Dampak ekonomi langsung mencapai Rp4,04 triliun dari pendapatan tenaga kerja serta Rp9,76 triliun dari belanja bahan baku lokal.
“Multiplier effect program ini sering luput diperhatikan. Setiap tenaga kerja SPPG menopang rata-rata tiga anggota keluarga, artinya sekitar satu juta jiwa merasakan dampak ekonomi langsung,” jelas Bambang.
Tantangan dan Keberlanjutan
Meski capaian dinilai impresif, diskusi juga menyoroti sejumlah tantangan. Sekitar 5 persen SPPG masih berada di bawah standar gizi, terutama di wilayah 3T, serta 23 persen SPPG di Papua mengalami keterlambatan distribusi lebih dari satu hari. Selain itu, nilai Benefit Cost Ratio (BCR) program pada tahun pertama berada di angka 0,93, meski diproyeksikan meningkat menjadi 1,24 pada tahun ketiga seiring peningkatan efisiensi dan penurunan biaya awal.
Diskusi publik ini merekomendasikan penguatan kelembagaan, peningkatan kualitas menu, serta penyusunan peta jalan jangka panjang agar model SPPG dapat direplikasi sebagai kebijakan nasional lintas sektor.
Program MBG dinilai bukan hanya sebagai kebijakan pemenuhan gizi, tetapi juga instrumen strategis dalam menjaga ketahanan pangan, stabilitas sosial, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Adapun 5 Pembicara Diskusi Publik Nasional yang ikut diacara tersebut, yaitu :
1. Bambang Harymurti (Jurnalis Senior & Pemerhati Kebijakan Publik)
2. H. Alven Stony, S.I.P. Ketua Umum GAPEMBI (Gabungan Pengusaha Makan Bergizi Indonesia)
3. Abednego Panjaitan, SH (Ketua Umum Prabu Center 08)
4. Ir. R. Haidar Alwi, MT (Founder Haidar Alwi Care & Haidar Alwi Institute)
5. Nailul Huda (Direktur Ekonomi Digital CELIOS)
Anda Mungkin Suka Juga
Peringati Hari Jadi ke-74, Humas Polri Gelar Sarasehan dan Dialog Kebangsaan
30 Oktober 2025
Sipropam Polresta Palangka Raya Cek Kesiapan Puluhan Personel Pam Aksi Damai
8 November 2025