Pendidikan

Generasi Digital Siap Bangkit: Quraya Ikut Dorong Literasi Aman & Anti-Bullying di Sekolah

Bagikan

 

 

WARTAPENASATUJATIM | SURABAYA — November 2025 Kegiatan Dialog Literasi Digital & Penguatan Karakter Remaja kembali digelar di Surabaya pada Rabu (27/11/2025), menghadirkan pelajar dari berbagai sekolah termasuk kehadiran aktif Quraya sebagai peserta. Acara ini menjadi ruang strategis untuk menyatukan suara anak muda mengenai keamanan digital, pengaruh media sosial, dan urgensi pencegahan bullying.

Dalam sambutannya, DP3APPKB Surabaya melalui Bunda Relita Wulandari, S.Sos., menyampaikan pesan tegas mengenai pentingnya pendampingan anak di era digital. Menurutnya, dunia maya membawa peluang besar, namun juga risiko yang sering kali tidak disadari oleh anak dan remaja.

 

“Ruang digital harus dikelola dengan bijak. Anak perlu dilindungi dari konten negatif dan tekanan sosial yang menggerus karakter,” tegas Bunda Relita. Pernyataan ini langsung memantik perhatian para pelajar, termasuk Quraya, yang merasakan langsung dinamika kehidupan online.

Materi kemudian dilanjutkan oleh Bunda Dita Amalia dari PLATO Foundation yang membawakan topik Pengaruh Influencer terhadap Gaya Hidup dan Citra Diri Anak. Ia menjelaskan bahwa influencer memiliki daya tarik besar bagi remaja, yang kerap meniru gaya hidup, standar kecantikan, hingga pola konsumsi tanpa mempertimbangkan realitas sebenarnya.

Quraya terlihat aktif mengikuti sesi ini, terutama saat dijelaskan bahwa banyak konten influencer telah melewati proses kurasi sehingga tidak mencerminkan kehidupan nyata. Pemahaman ini penting agar remaja tidak terjebak pada perbandingan sosial yang merusak kepercayaan diri.

Isu lain yang menjadi sorotan utama adalah fenomena bullying di sekolah. Laporan dari Aliansi Pelajar Surabaya (APS) menunjukkan bahwa kasus perundungan masih terjadi baik secara langsung maupun melalui media digital. Para pelajar mengungkap bahwa kanal pelaporan masih belum efektif dan membutuhkan respons lebih cepat dari pihak terkait.

APS menyoroti peran Pemantik—teman sebaya konselor sekolah—sebagai program yang sebenarnya potensial, namun belum berjalan maksimal. Beberapa sekolah bahkan belum memiliki SOP yang jelas sehingga mempersulit kerja Pemantik dalam menangani korban bullying.

Menanggapi hal itu, Dinas Pendidikan Surabaya (Dispendik) menyatakan komitmennya untuk memperkuat koordinasi lintas instansi. Mereka menegaskan bahwa penyelesaian kasus bullying tidak bisa dibebankan pada satu pihak saja, melainkan harus melibatkan guru, siswa, keluarga, hingga DP3A.

Jika hanya saling menyalahkan, kasus bullying tidak akan pernah selesai. Kita harus bergerak bersama,” ujar perwakilan Dispendik. Pernyataan ini mendapat dukungan peserta, termasuk Quraya yang menilai pentingnya pelibatan suara remaja dalam kebijakan.

Sesi diskusi semakin menghangat ketika pelajar menyinggung penggunaan AI pada Try Out Tes Kejar Akademik (TKA). Mereka menilai penggunaan kecerdasan buatan untuk membantu pengerjaan soal dapat merusak fungsi evaluasi. Dispendik berjanji melakukan evaluasi menyeluruh atas temuan tersebut.

Kegiatan ini berjalan interaktif. Quraya juga sempat berpendapat mengenai perlunya ruang digital yang aman, sekaligus pentingnya dukungan teman sebaya agar remaja tidak merasa sendirian saat menghadapi tekanan sosial. Suara remaja inilah yang menjadi penguat arah kebijakan ke depan.

Sejumlah solusi juga dirumuskan, mulai dari penyebaran kanal laporan resmi, peningkatan edukasi melalui komik atau video pendek, penguatan peran OSIS–APS–ORPES, hingga program literasi digital berkelanjutan. Kolaborasi dianggap kunci mencegah semakin meningkatnya kasus perundungan.

Forum kemudian ditutup dengan kesepakatan bahwa keamanan digital bukan sekadar isu teknologi, tetapi juga persoalan karakter dan budaya. Keluarga, sekolah, komunitas, dan pemerintah memegang peran penting dalam membangun ekosistem digital yang sehat.

Partisipasi Quraya dalam kegiatan ini menunjukkan bahwa generasi muda Surabaya siap menjadi agen perubahan. Dengan pemahaman yang lebih kuat mengenai literasi digital dan anti-bullying, remaja didorong untuk menjadi pelopor ruang digital yang positif, aman, dan penuh empati.(Dodo)


Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *