Nasional

“Kongres I dan Rakernas VII GPP: Meneguhkan Trisakti dan Mengokohkan Pembumian Pancasila Menuju Indonesia Berkeadilan”

Bagikan

Gerakan Pembumian Pancasila (GPP) sukses menggelar Kongres I dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) VII yang berlangsung selama tiga hari, 5–7 Desember 2025, di Hotel Metro, Semarang, Jawa Tengah. Agenda berskala nasional ini tidak hanya menjadi momentum konsolidasi organisasi, tetapi juga forum strategis untuk menegaskan kembali relevansi Pancasila sebagai ideologi hidup bangsa. Kehadiran tokoh-tokoh nasional, akademisi, dan jajaran pengurus daerah dari seluruh Indonesia menjadikan forum ini kaya perspektif dan penuh gagasan konstruktif.

Acara resmi dibuka dengan sambutan sekaligus laporan kegiatan oleh Ketua Panitia, Dr. Gunawan Djayaputra, S.H., S.S., M.H. Dalam paparannya, Dr. Gunawan menyampaikan apresiasi yang mendalam atas dukungan berbagai pihak, khususnya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), yang berperan besar dalam terselenggaranya Kongres I GPP. Ia menegaskan bahwa keberhasilan tersebut mencerminkan semangat kolektif-gotong royong yang menjadi fondasi nilai Pancasila sekaligus identitas organisasi.

Ketua Umum DPP GPP, Dr. Antonius Dieben Robinson Manurung, M.Si., dalam sambutannya menegaskan bahwa Kongres I adalah tonggak bersejarah bagi organisasi yang berdiri sejak 1 Juni 2019. Menurutnya, enam tahun perjalanan GPP yang penuh tantangan justru semakin menguatkan komitmen internal untuk terus menghidupkan nilai Pancasila di seluruh aspek kehidupan masyarakat. Ia juga mengaitkan momen ini dengan peringatan 80 Tahun Kemerdekaan Indonesia, sembari mengingatkan kembali dua cita-cita Revolusi Nasional: membangun masyarakat tanpa penindasan, dan mewujudkan “Dunia Baru” sebagaimana dicita-citakan Sukarno dalam pidato 30 September 1960.

Mayor Jenderal TNI (Purn.) Wisnu Bawa Tenaya, Sekretaris Dewan Pengarah BPIP RI dan Ketua Dewan Pembina DPP GPP, dalam sambutannya menekankan Pancasila sebagai ideologi yang hidup dan tidak terpisahkan dari sejarah kelahiran bangsa. Ia menguraikan bahwa sejak 1 Juni 1945, Pancasila bukan hanya dasar negara, tetapi juga sumber hukum dan arah moral kehidupan berbangsa. Menurutnya, Pancasila harus terus ditanamkan lintas generasi melalui pendidikan, toleransi, dan praktik kehidupan sehari-hari untuk menjaga keutuhan bangsa.

Forum berlanjut pada Diskusi Publik bertema Quo Vadis Cita-Cita Revolusi Nasional?!” yang menghadirkan para pakar di bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan. Diskusi ini menghasilkan rekomendasi strategis berupa kebangkitan kesadaran ideologis dan implementasi Trisakti secara utuh: Berdaulat dalam Politik, Mandiri dalam Ekonomi, dan Berkepribadian dalam Kebudayaan. Rekomendasi ini menjadi dasar konseptual bagi penyusunan arah perjuangan organisasi lima tahun ke depan.

Dalam aspek politik, Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.Si., menegaskan pentingnya menghentikan ketergantungan pada utang luar negeri dan memperbaiki tata kelola kekayaan alam. Ia menekankan bahwa seluruh kebijakan nasional harus kembali merujuk pada Pancasila dan UUD 1945. Senada dengan itu, Prof. Dr. Ganjar Razuni mengkritik adanya jarak antara cita-cita Pancasila dan realitas bangsa saat ini, termasuk lunturnya pendidikan ideologis akibat penghapusan mata pelajaran Pancasila dari kurikulum beberapa tahun lalu.

Dari perspektif ekonomi, Prof. Dr. Drs. Chandra Setiawan, M.M., Ph.D., merekomendasikan tiga langkah fundamental untuk mewujudkan kemandirian nasional: menjadikan Pancasila sebagai landasan utama regulasi, memperkuat pendidikan ideologis, dan memperluas kegiatan pengabdian masyarakat. Sementara itu, Prof. Dr. Anthony Budiawan menyoroti ancaman serius akibat praktik penyimpangan kekuasaan yang bertentangan dengan konstitusi, memicu kesenjangan ekstrem, serta berpotensi menciptakan instabilitas sosial.

Pada bidang kebudayaan, Prof. Muhamad Sabri menekankan perlunya memperkuat nilai gotong royong, religiusitas, serta karakter bangsa sebagai modal moral dalam menghadapi tantangan global. Implementasi Trisakti diyakini menjadi kunci dalam membangun Indonesia sebagai negara hukum yang berkebudayaan, sekaligus mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dr. Bondan Kanumoyoso, M.Hum., menegaskan bahwa seluruh peserta kongres memikul tanggung jawab etis untuk menjalankan pembumian Pancasila sesuai kapasitas masing-masing.

Memasuki agenda inti, Kongres I GPP menyusun beberapa keputusan strategis, mulai dari pembahasan laporan pertanggungjawaban DPP, penyempurnaan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), penetapan Garis Perjuangan, hingga pemilihan Ketua Umum GPP periode 2025–2030. Melalui musyawarah mufakat yang dipimpin Drs. Hendrikus Clement, peserta kongres menyepakati Mayor Jenderal TNI (Purn.) Wisnu Bawa Tenaya sebagai Ketua Pembina, Dr. Antonius Manurung sebagai Ketua Umum, serta pengukuhan Prof. Dr. Ganjar Razuni dan Prof. Dr. Ermaya Suradinata sebagai Ketua Dewan Pakar dan Ketua Dewan Pengawas.

Kesepakatan ini mencerminkan kesinambungan kepemimpinan dan konsolidasi visi organisasi dalam lima tahun mendatang. Setelah Kongres I, Rakernas VII dilaksanakan dengan dihadiri pimpinan DPD dari berbagai daerah. Rakernas berfokus pada perumusan dan sinkronisasi program kerja strategis yang sejalan dengan hasil-hasil kongres, terutama penguatan kaderisasi, perluasan jangkauan program pembumian Pancasila, serta penguatan kerja sama dengan lembaga negara, khususnya BPIP RI.

Seluruh rangkaian acara ditutup oleh Ketua Umum GPP 2025–2030, Dr. Antonius Dieben Robinson Manurung, M.Si., yang menyampaikan apresiasi atas dedikasi seluruh peserta. Ia menekankan kembali bahwa gotong royong adalah kekuatan utama GPP dalam mewujudkan Indonesia yang adil, beradab, dan berkepribadian sesuai nilai-nilai luhur Pancasila. Dengan semangat tersebut, GPP menegaskan komitmennya untuk terus menjadi motor penggerak pembumian Pancasila di seluruh pelosok negeri.


Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Wartapenasatu.com @2025