hukum

Polemik Putusan KDRT dr. Meiti Muljanti: Vonis Percobaan Dipersoalkan, Upaya Banding Siap Uji Keadilan Substantif

Bagikan

WARTAPENASATUJATIM | SurabayaPutusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam perkara dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan terdakwa dr. Meiti Muljanti terus menuai sorotan tajam. Dalam sidang yang diketuai Hakim Ratna Dianing, majelis menjatuhkan vonis 6 bulan penjara dengan masa percobaan 1 tahun, sehingga secara hukum terdakwa tidak perlu menjalani pidana badan selama tidak mengulangi tindak pidana serupa dalam masa percobaan tersebut.

Meski merupakan putusan pidana bersyarat, keluarga terdakwa menyatakan keputusan majelis mengandung kontradiksi yang mendasar. Pihak keluarga mengklaim bahwa selama lebih dari dua dekade, justru dr. Meiti yang mengalami tekanan psikologis dan perlakuan yang diduga sebagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga.

Tuduhan itu diarahkan kepada suaminya, dr. Benjamin Kristanto, anggota DPRD Jawa Timur. Berbagai narasi mengenai dugaan perilaku tidak patut dan ketidakharmonisan rumah tangga turut disampaikan pihak keluarga.

Namun demikian, seluruh klaim tersebut hingga kini masih bersifat sepihak dan belum diuji atau diputus melalui mekanisme peradilan lain. Tidak ada putusan hukum yang secara resmi menyatakan kebenaran klaim tersebut.

Pihak keluarga menilai putusan majelis hakim belum merefleksikan konteks relasi kuasa, dinamika rumah tangga, maupun kondisi psikologis yang mereka sebut telah berlangsung bertahun-tahun.

Mereka mempertanyakan dasar pertimbangan yuridis majelis, khususnya mengenai proporsionalitas perlindungan hukum bagi korban KDRT.

“Jika vonis ini dimaksudkan sebagai efek jera bagi dr. Meiti Muljanti, publik juga berhak tahu bagaimana hukum memastikan perlakuan setara terhadap siapa pun yang diduga melakukan tindakan kekerasan,” ujar perwakilan keluarga dalam keterangan kepada media.

Kubu terdakwa berpendapat bahwa proses persidangan belum sepenuhnya menggali konstruksi fakta secara komprehensif. Atas dasar itu, dr. Meiti resmi mengajukan banding, sebagai upaya membuka ruang pemeriksaan ulang terhadap aspek hukum materiil maupun formil yang dinilai belum terang benderang pada tingkat pertama.

Hingga laporan ini diunggah, dr. Benjamin Kristanto belum memberikan pernyataan resmi terkait berbagai klaim yang diarahkan kepadanya.

Sementara itu, Pengadilan Negeri Surabaya menyatakan bahwa seluruh tahapan persidangan telah dilaksanakan sesuai ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan berlangsung terbuka untuk publik.

Proses banding yang segera berjalan dipandang sebagai fase krusial. Selain berpotensi menampilkan kembali fakta-fakta relevan dan memperdalam argumentasi hukum, putaran kedua perkara ini dapat memberikan gambaran lebih jelas mengenai proporsi tanggung jawab masing-masing pihak dalam sengketa domestik yang menyedot perhatian luas.

Kasus ini sekaligus kembali menegaskan urgensi perlindungan hukum bagi korban KDRT, terlebih ketika perkara melibatkan figur publik yang memiliki pengaruh sosial maupun politik.*** (Red)


Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Wartapenasatu.com @2025