Artikel,  Bisnis,  Ekonomi,  Internasional,  Nasional,  Nature,  Opini,  Pendidikan,  Politik,  Seni dan Budaya,  SOSIAL,  Wisata

BENANG,BUNYI DAN MASA DEPAN

Bagikan

Jakarta wartapenasatu.com

Hilirisasi Budaya TIROSA: Dari Tenun Tradisi ke Panggung Dunia

Di tangan para perempuan tangguh dari TIROSA—Timor, Rote, Sabu, Alor, dan Sumba—benang-benang masa lalu ditenun menjadi harapan baru. Kain tenun yang mereka hasilkan bukan sekadar lembaran kain indah, tetapi warisan budaya yang memuat identitas, sejarah, dan kebanggaan masyarakat setempat. Motif-motifnya menyimpan pesan leluhur, sementara proses pembuatannya mencerminkan kesabaran dan keterampilan yang diwariskan lintas generasi.

Kini, warisan itu tak lagi terbatas pada pasar lokal atau pameran tradisional. Berkat sentuhan teknologi dan dukungan berbagai pihak, termasuk pemerintah, kisah di balik setiap tenun dan kriya mulai berlayar ke ruang-ruang digital. Cerita rakyat, legenda, dan filosofi di balik motifnya dihidupkan kembali melalui media visual, dokumenter, dan platform daring, menjangkau audiens global yang sebelumnya tak terbayangkan.

Program hilirisasi budaya yang digencarkan menjadi kunci dalam transformasi ini. Kain dan kriya tradisi tak hanya dipandang sebagai aksesoris, tetapi diangkat menjadi produk kreatif bernilai tinggi yang mampu bersaing di pasar internasional. Dari dapur-dapur desa, karya para ibu kini tampil di panggung dunia, mengangkat nama daerah sekaligus memberi nilai tambah ekonomi bagi masyarakat setempat.

Negara hadir dengan kebijakan perlindungan hak kekayaan intelektual, fasilitasi promosi, serta pembukaan akses pasar. Langkah ini memastikan bahwa para pengrajin mendapatkan manfaat langsung dari karyanya, sekaligus melindungi mereka dari eksploitasi atau klaim sepihak pihak asing. Hilirisasi budaya di TIROSA menjadi contoh bagaimana kebijakan publik dapat berpadu dengan semangat komunitas untuk menjaga sekaligus mengembangkan warisan bangsa.

Pendidikan juga menjadi bagian dari strategi ini. Di sekolah-sekolah, anak-anak diajak mengenal, mempelajari, dan memaknai kembali budaya lokal. Melalui kurikulum yang memadukan teknologi, mereka dapat melihat proses menenun, memahami arti motif, dan bahkan mencoba mencipta karya sendiri. Dengan begitu, budaya tidak hanya dikenang, tetapi dialami dan diteruskan secara sadar oleh generasi penerus.

Bagi masyarakat TIROSA, kemajuan ini bukanlah bentuk “menjual” jati diri, melainkan memberikan napas panjang bagi tradisi agar tetap hidup dan relevan. Hilirisasi budaya dilihat sebagai cara untuk menjaga nilai luhur sambil membuka peluang ekonomi yang berkelanjutan. Seperti tenunan yang mengikat benang demi benang, program ini merajut masa lalu dan masa depan dalam satu tarikan napas.

Saat dunia mulai menoleh ke arah Nusantara, TIROSA siap menyapa dengan cerita dan karya yang lahir dari akarnya sendiri. Bukan sekadar tampil di etalase global, tetapi hadir dengan percaya diri, membawa identitas yang kuat, dan mengundang dunia untuk mengenal Indonesia melalui kisah yang diceritakan oleh anak bangsanya sendiri. Kupang, 23 Juli 2025 menjadi penanda bahwa perjalanan telah di mulai.

“Prima Bahren”


Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *